Selasa, 24 Mei 2016

Kaitan Kasus Kecelakaan Kerja dengan K3


Analisa Kasus Kecelakaan Kerja dan Kaitannya dengan K3

K3? Mendengar sepatah kata tersebut apakah yang anda fikirkan? Tentu bagi anda yang bekerja dilingkup industri maupun dinaungi oleh suatu PT atau bekerja disektor apapun itu, setidaknya telah kerap mendengar atau bahkan sering mendengar sepatah kata ini kan? Ya, K3 merupakan kepanjangan dari Kesehatan, Keselamatan, Kerja. Dan karena hal tersebut K3 kerap kali dikaitkan dengan kecelakaan dalam bekerja.

 Banyak kasus-kasus kecelakaan kerja terjadi baik pada karyawan ataupun bukan pada karyawan layaknya pengunjung, dikarenakan kurangnya penerapan K3 pada perusahaan yang mengalami insiden tersebut.

Pada kesempatan kali ini kami akan membahas mengenai hal tersebut “Kecelakaan Kerja dan Kaitannya dengan K3”. Pembahasan kami berlandas pada pemahaman yang kami dapat ketika menerima materi dari dosen PIO tercinta kami yakni Mas Seta Wicaksana, M. Si, serta didukung oleh beberapa sumber buku layaknya :
Spector, Paul. E. (2012). Industrial and Oganizational Psychology : Research and Practice  (6th ed). Department of Psychology University of South Florida : Paul E. Spector
Schmitt, Neal. W. & Highhouse, Scott. (2013). Handbook of Psychology : Industrial and Organizational Psychology (2nd ed). Canada : John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey
Munandar, A. S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Sebelum kami masuk pada materi, izinkanlah kami terlebih dahulu untuk memperkenalkan diri. Kami adalah sekelompok mahasiswa dari fakultas psikologi, Universitas Pancasila yang beranggotakan 4 orang yakni Monica Rahayu Widodo dengan NPM (6015210089),Handiah Maghfirani (6015210066),Lolla Septiawidi (6015210079), Fransisca N (6015210063).

Tujuan kami dalam pembuatan blog kali ini yaitu selain kami ingin berbagai dan berharap mampu menambah pengetahuan para pembaca atau setidaknya mengasah pemahaman yang dimiliki dari tulisan kami ini. Tujuan lain yakni untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen PIO kami yakni Mas Seta, sungguh disini kami mengucapkan banyak terimakasi atas bimbingan dan tugas yang telah beliau berikan sebab, dengan adanya tugas ini kami menjadi memiliki pemahaman yang jauh lebih mendalam terkait dengan K3 dan kami bisa berbagi serta mengamalkan ilmu kami melewati media berupa blog ini. Terimakasih banyak Mas Seta, sungguh bila bukan karena beliau kami tidak akan memiliki pemahaman layaknya kini.



Untuk memberdalam pemahaman dan proses penggambaran pada fikiran anda sebagai pembaca, disini kami akan melampirkan atau mengangkat suatu kasus yang sesuai dengan realita dalam kehidupan dalam lingkup K3. Kasus ini berupa berita yang kami ambil dari sumber berita Online atau biasa disebut dengan koran online yang diterbitkan oleh metronews.com.

Namun, sebelum kami membahas kasus tersebut. Kami ingin memberikan sedikit ringkasan informasi mengenai kecelakaan dan K3 kepada anda, dengan tujuan agar ketika memasuki kasus yang tersaji maksud dari tulisan kami dan pola fikir anda sebagai pembaca dapat sejalan. Sehingga miss komunikasi ataupun kesalahan pemahaman dalam persepsi bisa diminimalisir.

Seperti yang telah dijelaskan di paragraf-paragraf sebelumnya bahwa K3 adalah suatu komponen dalam sistem diperusahaan yang tidak dapat dinomor duakan karena kaitannya dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja para karyawan atau individu yang terlingkup didalam perusahaan. sebegitu pentingnya K3 sebab terkait hal demikian dan dapt dikatakan “Nyawa manusia” yang bekerja pada perusahaan. K3 adalah komponen utama yang semestinya diperhatikan oleh perusahaan.

Lemahnya sistem K3 yang dimiliki oleh perusahaan dan kurangnya pemahaman mengenai K3 oleh para individu dalam melakukan pekerjaan dibidanya. Membuka peluang besar terjadi kecelakaan dalam bekerja, kecelakaan dalam bekerja merupakan sesuatu yang sunggu tidak mampu untuk diprediksi namun bisa diminimalis atau dikurangin dengan memiliki pengetahuan mengenai K3 termasuk faktor maupun gejala ketika akan terjadi peluang kecelakaan dalam bekerja.

Disinilah pentingnya memiliki ilmu pengetahuan teraplikasi, setidaknya sebagai seorang individu kita memiliki kesadaran untuk menjaga diri atau tidak menganiaya diri dengan membiarkan diri kita dalam ketidak tahuan. Kami yakin anda sebagai para pembaca diblog ini begitu menyayangi diri anda sendiri sebab anda melakukan usaha untuk terhindar dari penganiayaan pada diri sendiri terkait dengan kecelakaan kerja. Sebab kecelakaan kerja selain disebabkan oleh lingkup K3 itu sendiri diperusahaan dapat juga terjadi karena kecerobohan atau ketidak tahuan diri anda sendiri.

Bicara mengenai kecelakaan kerja, pengertian dari kecelakaan kerja itu sendiri menurut sumber yang kami jadikan acuan yakni Kecelakaan kerja adalah peristiwa yang terjadi di tempat kerja yang menyebabkan cedera langsung. Bentuk dari kecelakaan kerja ini ada 2, yakni kecelakaan kerja mayor dan kecelakaan kerja minor. Maksud dari kecelakaan kerja mayor adalah kecelakaan kerja yang dialami oleh pekerja, dimana akibat dari kecelakaan kerja ini menyebabkan luka yang serius sehingga menimbulkan kecacatan atau bahkan meninggal dunia. Sedangkan kecelakaan kerja minor adalah kecelakaan kerja yang basisnya lebih minim dari kecelakaan kerja mayor, maksudnya kecelakaan yang dialami tidak menimbulkan luka yang cukup parah. Layaknya keseleo, tangan yang tertusuk jarum atau semacamnya.

Pada kasus yang akan kami sajikan, bentuk dari kecelakaan kerja yang dialami karyawan berprofesi sebagai mandor ini pada PT. Shic ialah kecelakaan kerja mayor sebab karyawan tersebut meninggal dunia akibat tertimpa besi ketika bertugas. Berikut kami sajikan beritanya :

Kecelakaan Kerja PT Shica Jaya Sentosa Merenggut Nyawa Seorang Mandor

Metrotvnews.com, Malang : Tewasnya salah satu Mandor si PT Shica Jaya Sentosa, Eko Agus Santoso, pagi tadi menguak cerita bahwa sering terjadi kecelakaan di pabrik yang berlokasi di Jalan Sumber Pasir Nomor 168 Parkis, Kabupaten Malang, Jawatimur.

“Kecelakaan sudah sering terjadi, Mas. Sebulan lalu ada yang sampai kakinya itu patah”, ujar salah satu karyawan yang tidak mau namanya disebutkan, Senin (22/6/2015).

Kecelakaan diduga sering terjadi karena mesin di pabrik dipaksa bekerja 24 jam dengan jadwal kerja yang dibagi menjadi 3 shift. Setiap shift mesin bekerja selama 8 jam.

“Kami tidak tahu apakah mesin bekerja sesuai dengan porsinya atau tidak. Yang jelas mesin bekerja nonstop (24 jam penuh),” tambah karyawan itu.

Pihak perusahaan tidak mau mengomentari masalah mesin. “Yang jelas ini murni kecelakaan. Kami tidak bisa mengomentari itu. Kami masih berduka”, ucap perwakilan HRD PT Shica Jaya Sentosa, Toni.

Sebelumnya, salah satu Mandor di lokasi kerja bagian produksi, Eko Agus Santoso, meninggal tertimpa besi pada mesin pencetak asbes sekitar pukul 07.30 WIB. Jenazah dimakamkan pukul 15.00 WIB di TPU Desa Tulus Ayu.

Sumber : Metrotv.com
Bidang : Asbes (Bangunan)

Berikut kami sertakan berita yang sama namun dari sumber yang berbeda untuk memperjelas gamabaran dari kasus yang kami angkat ini,

Satu Pekerja Tewas, PT Shica Jaya Dianggap Lalai

24 Juni 2015
KABUPATEN— Eko Agus Susanto, 32, warga Jalan Raya Tulusayu, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang tewas dalam kecelakaan kerja di PT Shica Jaya Sentosa, tempatnya bekerja, Senin kemarin (22/6).

Kepala bagian belakangnya retak karena tertimpa holfsteker, bagian mesin pencetak asbes. Ironisnya, sebelum tewas, Eko pernah tiga kali mengalami kecelakaan kerja di pabrik yang berlokasi di Desa Sumberpasir, Kecamatan Pakis itu.

Dari penuturan Celvia Maulida, istri korban, peristiwa tragis itu berawal saat sang suami melihat temannya kesulitan dalam memperbaiki mesin.  “Karena sama-sama jadi operator, suami saya membantu memperbaiki mesin. Tapi, ketika dicoba, dia kejatuhan bagian atas mesin dan mengenai kepala belakang. Langsung meninggal di tempat. Itu informasi yang saya dapat,” kata dia, ketika ditemui di rumah duka.

Peristiwa itu menyisakan kekecewaan yang begitu besar dari Celvi dan keluarga. Sebab, mereka merasa jasad Eko tidak diperlakukan dengan benar oleh pihak perusahaan. Diantaranya, jasad Eko dibawa ke RS Panti Nirmala hanya dengan menggunakan mobil pick up. “Suami saya dibawa dengan pick up, dengan ditutupi terpal. Masak perusahaan sebesar itu tidak bisa menyediakan ambulance. Suami saya itu juga manusia. Ini yang bikin kecewa,” tambahnya.

Lebih-lebih, kecelakaan kerja bukan kali ini saja dialami Eko. Pada kecelakaan kerja sebelumnya, di tempat yang sama, Eko pernah mengalami patah pada jari manis tangan kiri.

Parahnya, selama ini perusahaan tidak pernah memberikan santunan. Padahal, Eko tergolong karyawan yang loyal. “Mulai kecelakaan kerja pertama hingga kemarin (Senin), tidak ada santunan dari perusahaan. Padahal, suami saya ini dikenal teman-temanya loyal di tempat kerja. Sistem keamanan kerja di sana juga perlu dipertanyakan,” kata Celvia
Wanita 27 tahun ini hanya bisa berharap kepada perusahaan untuk bisa memberikan biaya pendidikan kepada dua anak yang ditinggalkan Eko. Yaitu Ayufista Aurora (7 tahun) dan Aufar Zanaru Fardan (2,5 tahun).

Lebih lanjut, Celvi mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, dirinya akan berjualan makanan burung. Usaha yang merupakan peninggalan dari sang suami. “Untuk memenuhi kebutuhan, saya akan lanjutkan usaha jualan pakan burung peninggalan suami saya,” tambahnya.

Sementara itu, pihak Polsek Pakis saat dikonfirmasi di kantornya kemarin masih belum bisa berkomentar banya. Kapolsek Pakis, AKP Sony S ketika ditemui kemarin meminta radar malang untuk konfirmasi ke bagian humas. Begitu pun halnya dengan Kanit Reskrim Polsek Pakis Ipda Ronny Margas, juga masih belum bisa memberikan keterangan. “Mohon maaf, kami masih belum bisa kasih keterangan. Silahkan konfirmasi ke perusahaan dulu, ada kuasa hukumnya,” ujar Ronny di kantornya kemarin.

Kuasa hukum sekaligus HRD PT Shica Jaya Sentosa, Tony Bambang Pramono menampik bila perusahaannya mengabaikan keselamatan kerja. “Sistem keselamatan kerja sudah lengkap. Kejadian ini murni karena musibah. Dia (almarhum) selama ini bekerja cukup bagus,” ujar dia.
Lalu soal biaya pendidikan dua anak almarhum, pihak perusahaan hingga kemarin masih belum bisa memutuskan sesuatu. Terutama masalah jaminan pendidikan dua anak korban tersebut. “Masih belum ke situ (pembicaraan soal biaya pendidikan anak korban, red). Nanti akan kami carikan jalan terbaik dengan keluarga, karena sekarang masih sibuk,” kata dia. (im/muf)

Setelah membaca berita diatas, selanjutnya kami akan menyajikan analisa dari kasus berupa berita tersebut yang akan kami kaitkan dengan judul blog kali ini, yakni kecelakaan kerja terkait K3.


Menurut analisa yang kami lakukan penyebab dari kecelakaan kerja yang terjadi di PT Shica Jaya Sentosa terjadi dilatar belakangi oleh beberapa faktor, yakni :

PT Shica Jaya Sentosa kurang memperhatikan standar K3 yang baik untuk setiap pekerjanya, hal tersebut dapat terlihat dari gambar dibawah ini :


Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa para pekerja tidak mengenakan perlengkapan K3 yang semestinya, hanya kaos dan sepatu boots. Tidak disertakan perlengkapan lain sebagaimana standar seharusnya yang harus dikenakan para pekerja saat melaksanakan pekerjaannya. Ya, atau dapat dikatakan selama bekerja PT Shica kurang mengadakan fasilitas k3 yang layak bagi pekerjanya. Padahal PT tersebut merupakan PT yang berbasis di bidang produksi yang terfokus pada konstruksi bahan bangunan berupa Asbes. Dimana, pada bidang yang terkait dengan konstruksi sudah tidak diragukan merupakan bidang yang memiliki resiko tertinggi terkait dengan kecelakaan kerja. Jika PT tersebut benar memahami dan mengerti lingkup dan berapa tingginya resiko pada bidangnya, seharusnya PT tersebut mampu menyediakan fasilitas K3 yang layak dan sesuai standar untuk meminimalisir resiko dari kecelakaan kerja itu sendiri.


Mesin produksi yang dibekerja non stop.

Mesin yang dipakai 24 jam tanpa henti, membuat mesin mencapai kapasitasnya dalam bekerja. Seperti yang tertera dalam berita diatas, dilansir oleh salah satu karyawan PT Shica yang tidak ingin disebutkan namanya beliau mengatakan “Kami tidak tahu apakah mesin bekerja sesuai dengan porsinya atau tidak. Yang jelas mesin bekerja nonstop (24 jam penuh)”. Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa mesin produksi pada perusahaan tersebut dipaksa bekerja tanpa adanya istirahat sedetikpun. Setiap suatu hal yang ada di dunia ini memiliki kapasitas atau daya tampung tersendiri termasuk mesin, jika suatu hal telah mencapai kapasitas maksimal tentu hal tersebut tidak akan mampu untuk bekerja sebagaimana mestinya, layaknya mesin pencetak asbes yang telah menelan satu korban yang menjabat sebagai mandor pada PT tersebut.
 Mesin pencetak asbes tersebut menurut analisa kami telah mencapai pada tahap over maksimal untuk bekerja dan memproduksi asbes, mengakibatkan penurunan kualitas dari dalam mesin atau komponen yang terdapat pada mesin tersebut. Sebab tidak mampu menahan beban yang sedemikian, membuat holfsteker terlepas dari mesin dan pada akhirnya menimpa kepala bagian belakang dari bapak Eko Agus Setiawan sehingga mengalami keretakan dan langsung meninggal ditempat.
Selain mesin yang bekrja nonstop, faktor lain yakni ketiadaan bagian khusus yang bertugas untuk pengontrolan mesin. Seperti yang tertera pada berita diatas bahwa mesin bekerja nonstop alias tanpa henti jika demikian, artinya tidak ada seuatu bagian atau seseorang (Teknisi) yang mengontrol mesin secara penuh, atau teknisi tersendiri pada mesin. Jika mesin memiliki teknisinya tersendiri kecelakaan yang terjadi pada PT tersebut dapat diminimalisir, sebab seorang teknisi mesin pasti mengerti dan memiliki pengetahuan akan mesin yang dipegangnya.
Jadi, dapat disimpulkan terkait dengan keselamatan, keamananan serta kesehatan dalam bekerja pada perusahaan ini kurang mampu memprioritaskan K3 sabagai sesutu yang benar-benar sangat dibutuhkan bagi para pekerja dan komponen didalamnya. Sebab dengan memperkerjakan mesin 24 jam penuh, dapat dikatakan perusahaan ini mengabaikan K3 terhusus Kelamatan para pekerjanya.

Kelalaian dari perusahaan dan pekerja

Bila kita simak berita diatas secara bijaksana dan seksama, dapat kita simpulkan terdapat kelalaian dari kedua belah pihak. Baik dari sisi perusahaan itu sendiri ataupun sang mandor yang menjadi korban.
Dari sisi perusahaan, jelas seperti keterangan yang telah tersbut diatas bahwa PT tersebut kurang memperhatikan keselamatan para pekerjanya atau terkesan kurang memperhatikan standar K3 yang baik untuk setiap pekerjanya, hal ini didukung dengan kelengkapan K3 yang diberikan PT tersebut yang alakadarnya yakni hanya berupa kaos dan sepatu, sedangkan dari sisi korban yang mulanya berniat baik ingin menolong sang teman ketika mengalami kesulitan dalam memperbaiki mesin dan ternyata tindakannya tersebut harus merenggut nyawanya sendiri. Ya, dengan perlengkapan seadanya atau tanpa standar keselamatan dan keamanan yang seharusnya dalam beliau melakukan tindakan mengandung resiko layaknya demikian. Berikut kutipan “Dari penuturan Celvia Maulida, istri korban, peristiwa teragis itu berawal saat sang suami melihat temanya kesulitan dalam memperbaiki mesin.”

Fasilitas pada perusahaan yang minim atau kurang.

“Kecelakaan diduga sering terjadi karena mesin di pabrik dipaksa bekerja 24 jam dengan jadwal kerja yang dibagi menjadi 3 shift. Setiap shift mesin bekerja selama 8 jam”. Dari kutipan yang diambil dari berita diatas didukung dengan gambar yang memperlihatkan para pekerja PT Shica ketika bekerja hanya mengenakan peralatan ala kadarnya memperjelas bahwa perusahaan tersebut memiliki fasilitas yang kurang untuk memadai para pekerjanya. Sebab jika fasilitas yang dimiliki perusahaan memadai, mesin produksi tidak akan harus bekerja secara nonstop dan pasti terdapat teknisi yang mengontrol kinerja dari setiap mesinnya, lalu terdapat segala peralatan K3 sesuai standar yang terpasang disetiap pekerjanya, selain itu jika perusahaan memiliki fasilitas medis dilengkapi dokter jaga ataupun layanan konseling bagi para pekerja, tentu hal tersebut dapat meminimalisir kecelakaan yang berpeluang besar berdampak buruk bagi karyawan sebab karena langsung ditangani serta bagian konseling yang mampu mereduce tingkat stress bagi para pekerja.

Solusi
- penggunaan mesin sesuai pada kapasitas / porsinya.
- perusahaan harus mengikuti program pemerintahan atau standar nasional yang ditetapkan pemerintah dalam penyediaan fasilitas serta peralatan K3 yang sesuai untuk setiap karyawannya.
- memperlengkap fasilitas-fasilitas sesuai dengan standar dan kebutuhan
- perusahaan harus memberikan fasilitas k3 sesuai dengan standar dan kebutuhan para pekerja.
- perusahaan baiknya harus mengontrol prosedur kerja baik pada mesin ataupun karyawan agar sesuai dengan kapasitas atau kemampuannya.
- perbaikan atau penyempurnaan sistem perusahaan mengenai pengaturan mekanisme mesin dan penyelenggaraan dari tugas HRD yang bertanggung jawab pada pemberian fasilitas K3 untuk para pekerja
- mengadakan audit yang sering dan secara kontinue dilakukan
- memilih HRD yang tepat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar